RSS

Sejarah Sumedang(3)

30 Mei

Prabu Geusan Ulun

Prabu Geusan Ulun (1580-1608 M) dinobatkan untuk menggantikan kekuasaan ayahnya, Pangeran Santri. Beliau menetapkan Kutamaya sebagai ibukota kerajaan Sumedang Larang, yang letaknya di bagian Barat kota. Wilayah kekuasaannya meliputi Kuningan, Bandung, Garut, Tasik, Sukabumi (Priangan) kecuali Galuh (Ciamis). Kerajaan Sumedang pada masa Prabu Geusan Ulun mengalami kemajuan yang pesat di bidang sosial, budaya, agama, militer dan politik pemerintahan. Setelah wafat pada tahun 1608, putera angkatnya, Pangeran Rangga Gempol Kusumadinata atau Rangga Gempol I, yang dikenal dengan nama Raden Aria Suradiwangsa menggantikan kepemimpinannya.

Pada masa awal pemerintahan Prabu Geusan Ulun, Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan sedang dalam masa kehancurannya karena diserang oleh Kerajaan Banten yang dipimpin Sultan Maulana Yusuf dalam rangka menyebarkan Agama Islam. Oleh karena penyerangan itu Kerajaan Pajajaran hancur. Pada saat-saat kekalahan Kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi sebelum meninggalkan Keraton beliau mengutus empat prajurit pilihan tangan kanan Prabu Siliwangi untuk pergi ke Kerajaan Sumedang dengan rakyat Pajajaran untuk mencari perlindungan yang disebut Kandaga Lante. Kandaga Lante tersebut menyerahkan mahkota emas simbol kekuasaan Raja Pajajaran, kalung bersusun dua dan tiga, serta perhiasan lainnya seperti benten, siger, tampekan, dan kilat bahu (pusaka tersebut masih tersimpan di Museum Prabu Geusan Ulun si Sumedang). Kandaga Lante yang menyerahkan tersebut empat orang yaitu Sanghyang Hawu atau Embah Jayaperkosa, Batara Dipati Wiradijaya atau Embah Nangganan, Sanghyang Kondanghapa, dan Batara Pancar Buana atau Embah Terong Peot.

Walaupun pada waktu itu tempat penobatan raja direbut oleh pasukan Banten (wadyabala Banten) tetapi mahkota kerajaan terselamatkan. Dengan diberikannya mahkota tersebut kepada Prabu Geusan Ulun, maka dapat dianggap bahwa Kerajaan Pajajaran Galuh Pakuan menjadi bagian Kerajaan Sumedang Larang, sehingga wilayah Kerajaan Sumedang Larang menjadi luas. Batas wilayah baratnya Sungai Cisadane, batas wilayah timurnya Sungai Cipamali (kecuali Cirebon dan Jayakarta), batas sebelah utaranya Laut Jawa, dan batas sebelah selatannya Samudera Hindia.

Secara politik Kerajaan Sumedang Larang didesak oleh tiga musuh: yaitu Kerajaan Banten yang merasa terhina dan tidak menerima dengan pengangkatan Prabu Geusan Ulun sebagai pengganti Prabu Siliwangi; pasukan VOC di Jayakarta yang selalu mengganggu rakyat; dan Kesultanan Cirebon yang ditakutkan bergabung dengan Kesultanan Banten. Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). Setelah dari pesantren di Demak, sebelum pulang ke Sumedang ia mampir ke Cirebon untuk bertemu dengan Panembahan Ratu penguasa Cirebon, dan disambut dengan gembira karena mereka berdua sama-sama keturunan Sunan Gunung Jati.

Dengan sikap dan perilakunya yang sangat baik serta wajahnya yang rupawan, Prabu Geusan Ulun disenangi oleh penduduk di Cirebon. Permaisuri Panembahan Ratu yang bernama Ratu Harisbaya jatuh cinta kepada Prabu Geusan Ulun. Ketika dalam perjalanan pulang ternyata tanpa sepengetahuannya, Ratu Harisbaya ikut dalam rombongan, dam karena Ratu Harisbaya mengancam akan bunuh diri akhirnya dibawa pulang ke Sumedang. Karena kejadian itu, Panembahan Ratu marah besar dan mengirim pasukan untuk merebut kembali Ratu Harisbaya sehingga terjadi perang antara Cirebon dan Sumedang.

Akhirnya Sultan Agung dari Mataram meminta kepada Panembahan Ratu untuk berdamai dan menceraikan Ratu Harisbaya yang aslinya dari Pajang-Demak dan dinikahkan oleh Sultan Agung dengan Panembahan Ratu. Panembahan Ratu bersedia dengan syarat Sumedang menyerahkan wilayah sebelah barat Sungai Cilutung (sekarang Majalengka) untuk menjadi wilayah Cirebon. Karena peperangan itu pula ibukota dipindahkan ke Gunung Rengganis, yang sekarang disebut Dayeuh Luhur.

Prabu Geusan Ulun memiliki tiga orang istri: yang pertama Nyi Mas Cukang Gedeng Waru, putri Sunan Pada; yang kedua Ratu Harisbaya dari Cirebon, dan yang ketiga Nyi Mas Pasarean. Dari ketiga istrinya tersebut ia memiliki lima belas orang anak:

· Pangeran Rangga Gede, yang merupakan cikal bakal bupati Sumedang

· Raden Aria Wiraraja, di Lemahbeureum, Darmawangi

· Kiyai Kadu Rangga Gede

· Kiyai Rangga Patra Kalasa, di Cundukkayu

· Raden Aria Rangga Pati, di Haurkuning

· Raden Ngabehi Watang

· Nyi Mas Demang Cipaku

· Raden Ngabehi Martayuda, di Ciawi

· Rd. Rangga Wiratama, di Cibeureum

· Rd. Rangga Nitinagara, di Pagaden dan Pamanukan

· Nyi Mas Rangga Pamade

· Nyi Mas Dipati Ukur, di Bandung

· Rd. Suridiwangsa, putra Ratu Harisbaya dari Panemabahan Ratu

· Pangeran Tumenggung Tegalkalong

· Rd. Kiyai Demang Cipaku, di Dayeuh Luhur.

· Prabu Geusan Ulun merupakan raja terakhir Kerajaan Sumedang Larang, karena selanjutnya menjadi bagian Mataram dan pangkat raja turun menjadi adipati (bupati).

Sumber: Wikipedia

 
11 Komentar

Ditulis oleh pada Mei 30, 2007 inci Sejarah & Biografi

 

11 responses to “Sejarah Sumedang(3)

  1. Asli Sumedang,-

    Juni 4, 2007 at 8:10 am

    Assalamu ‘alaikum wr wb,

    Ngaos blog asy syifa al mahmuudiyah, mani nyeredet ieu hate.. ras ka lemah cai, komo ngaos bag-bagan sajarah di luhur, asa pantes paripaos sumedang tandang nyandang kahayang teh..

    Wilujeng, dorong du’ana…

    Wassalam,
    Abdi,- –

     
  2. Dhilan Djalani Kusumaputra

    Agustus 28, 2007 at 7:09 am

    Subhanalloh! Kami juga sedih, jika sekarang melihat lunturnya tradisi sunda di daerah-daerah, seperti ; Garut, Bogor, Cirebon, Banten dan Sumedang. Mereka sekarang seperti jadi anak “betawi”. Mudah-mudahan kita semua sadar, bahwa tidak akan BERKURANG iman seseorang dengan melestariakan budaya bangsanya sendiri. Terima kasih.

     
  3. yana rosmayudi(yayang)

    Januari 31, 2008 at 7:30 am

    ASALAMUALAIKUM
    subhanalloh!!!!tradisi sunda memang tos seep ku jaman iye mah ?????seep ku jaman rock ‘n roll cek barudak alit mah?kmh atuh kang urng kedah konpoi kitu keliling kota bandung nyandak spanduk bertuliskan KAMANA BANDUNG NU HEUBEL URNG HOYONG NU KAPUNGKUR kitu kang heheheheeheheh?
    alhamdulilah abi tiasa lebet oge?salam kanggo kang yuda di marken sareng ririungan nana……..?atur nuhun kasadayana urng pajukeun sunda nu heubel amin ya alloh urng kibar keun BANDUNG SUNDA PISAN heheheheheheheheh

    WASSALAM

    atur nuhun kasadayana

    yayang

     
  4. ibnu haris (ariez)

    Januari 31, 2008 at 8:39 am

    assalamuailaikum wr wb
    duh alhamdulillah sim abdi tiasa ngiringan oge……salam kanggo yayang sareng yuda marken ti sim abdi……….
    wass wr wb

     
  5. iwan

    November 21, 2008 at 10:29 am

    … Pada masa itu Kesultanan Mataram sedang pada masa kejayaannya, banyak kerajaan-kerajaan kecil di Nusantara yang menyatakan bergabung kepada Mataram. Dengan tujuan politik pula akhirnya Prabu Geusan Ulun menyatakan bergabung dengan Kesultanan Mataram dan beliau pergi ke Demak dengan tujuan untuk mendalami agama Islam dengan diiringi empat prajurit setianya (Kandaga Lante). …

    ati-ati nulis sejarah, timana sumberna ?? dina mangsa harita Sumedang masih merdeka. Sumedang kakara jatuh ka mataram (tanpa perang) waktu Suriadiwangsa nu turunan Jawa jadi raja.

     
    • Deny Utama

      Juli 25, 2009 at 2:37 am

      Punten..Kang Iwan.
      Hoyong teurang Kisah Sanghyang Hawu/Mbah Jaya Perkasa anu leuwih lengkap.
      Abdi tos milarian di Website tapi mung sakilas-sakilas.
      Panginteun aya anu terang tiasa kirim email ka abdi.
      hatur nuhun sateuacanna.

       
  6. Deny Utama

    Juli 25, 2009 at 2:35 am

    Punten..
    Hoyong teurang Kisah Sanghyang Hawu/Mbah Jaya Perkasa anu leuwih lengkap.
    Abdi tos milarian di Website tapi mung sakilas-sakilas.
    Panginteun aya anu terang tiasa kirim email ka abdi.
    hatur nuhun sateuacanna.

     
  7. Betawi turunan sumedang

    Oktober 6, 2009 at 4:45 am

    assalamualaikum sadayana…kenalakan saya abi dari betawai tapi katanya turunan sumedang..heheheh….
    cuma mau menanggapi perbatasan2 dari kerajaan Sumedang.
    Klo menurut perbtasan2 yang disebutkan diatas,.berarti sumdang pernah menguasai hampir seluruh jawabarat dan sebaian dari jawa tengah yaaa..??!!!..SUBHANALLAH…ternyata kampung saya adalah sebuah kerjaan besar yang diperthitungkan di bum nusantara…

    nini,aki..hampura cucu eeeuuyyy…yg gk ngerti silsilah kampung halaman…

    terima kasih buat semuanya yang memberikan informasi2 temtang silsilah sumedang….

     
  8. Asy-Syifa

    Oktober 10, 2009 at 2:25 am

    Wa ‘alaikum slm…

    Sm2…!

     
  9. DC

    November 16, 2009 at 7:41 am

    Sumedang teh Kota Tahu,enak pisan Tahuna teh.
    Tapi Sayang, mental Urang Sumedang naha jadi seperti Tahu yah??.
    Di Cadas Pangeran,ada Patung Pangeran Kornel sedang bersalaman dengan Daendles.
    Bukan sasalaman Lebaran itu teh, Tangan Kanan Daendles diterima oleh Tangan Kiri Pangeran Kornel,sementara Tangan Kanan memegang Hulu Keris. Daendles teh terkenal dengan sebutan Mas Galak, sebab galaknya melibihi Anjing Buldog milik si Momon teman Sayah.
    Tidak ada Satupun yang berani menentang Daendles, kecuali Pangeran Kornel.
    Wanian pisan tah Karuhun Sumedang teh.
    Sok gera ngalaga lah Barudak Sumedang, jangan jadi Tahu.
    Seni,Budaya,Bahasa Sunda gera angkat ka luhur.
    “Mang ojeg,antar gue,ke titian aren ya”.
    Tukang ojeg jadi ngahuleng da teu apaleun.
    Sihoreng Titian=Cukang, Aren=Kawung, Cukang Kawung di legegkeun, nya puguh we ngalilieur ka tukang ojeg.
    Pergunakanlah Bahasa Sunda yang baik dan benar.
    Jangan malu berbahasa Sunda atuh.
    Sing inget kana purwa daksi, asal euweuh jadi teu aya.

     
  10. budi

    November 22, 2009 at 5:15 am

    matak reueus upami ningal runtuyan sajarah mah, ku elmu jeng ahklak karuhun urang reh, pamugi we urang salaku panerus tiasa nutur laku karuhun ka pungkur, ku ngalenyepan jeung napakuran laku lampah urang, geus bisa nutur lampah karuhun acan

     

Tinggalkan Balasan ke Betawi turunan sumedang Batalkan balasan